Senin, 10 September 2012

PSYCONOMY - Short Story


Psyconomy
Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang . . .

Oleh : Maria Ulfah

Melupakan masa lalu itu tidak semudah menghapus kotak masuk dari si dia di handphone, yang hanya tinggal menekan tombol delete semua akan hilang begitu saja, dan ketika masa lalu sedikit demi sedikit telah terkubur, entah mengapa tiba-tiba saja ada seseorang yang berbeda yang dengan tidak sengaja menghadirkan kembali masa lalu itu, dan entah siapa yang salah, aku mulai mengharapkan kehadiran dia di masa lalu dengan seseorang yang berbeda saat sekarang. Bolehkah aku berharap kembali ?, batin ku dalam hati.
“ Memandang wajah mu cerah membuat ku tersenyum senang indah dunia,” aku bernyanyi dengan suara ku yang pas-pasan sembari tersenyum memandang ke layar handphone.
“ Tapi kalau memandangnya cuman dari jarak jauh mah percuma, Sa. Mending kalau dia sadar, nah kalau enggak ? gimana ?” kata Yesi sembari menghabiskan ice chocolate milikku.
“ Kalau dia enggak sadar berarti dia mati dong, Yes,” kata ku sembari tertawa dan menolehkan kepala ke suatu sudut yang dimana terdapat sesosok lelaki berpostur tubuh tinggi – dia yang telah menghadirkan kembali masa lalu ku.
Yesi menatapku sembari mengerutkan alisnya, “ Masih sempet aja ya bercanda nih anak, seriusan dikit dong, Sa, gimana kalau seandainya dia gak bisa ngehidupin lagi masa lalu kamu ? Gimana kalau seandainya dia udah ada yang punya ?” tanya Yesi sembari memegang kedua bahuku dan menatapku dengan penuh keseriusan.
Aku terdiam sembari memandangi kedua mata Yesi, aku tidak tahu harus menjawab pertanyaan Yesi dengan sebuah kalimat apa, entah apa yang sekarang aku rasa, karena ku fikir ini semua terjadi tidak terencana, ini semua terjadi secara tiba-tiba, ya tiba-tiba, seperti aku yang tiba-tiba menganggap dia adalah seseorang di masa lalu ku, yang seharusnya aku sadari bahwa dia bukanlah masa lalu ku, terlepas dari itu dia sudah ada yang punya.
“ Clarissa !. . .” Yesi menepuk bahu ku, “. . . Kok malah bengong sih, ih terus gimana sama cowok itu, eh siapa tuh namanya ?” tanya Yesi yang masih menatap ku dengan penuh rasa ingin tahu semua jawaban dari hati ku.
Hmm. Aku menghela nafas lalu menggelengkan kepala ku, “Emang dia udah ada yang punya, Yes. Bukan dia yang salah, tapi aku yang salah, aku yang salah karena aku terlalu berharap akan ada lagi masa lalu dengan orang yang berbeda, mungkin hanya waktu yang salah, karena aku bertemu dengan dia saat yang tidak tepat,” jawab ku sembari menahan air mata yang akan jatuh membasahi  pipi ku.
“Mereka udah jadian ?” tanya Yesi lagi.
Aku menggelengkan kepala sembari mengeluarkan botol air minum dari tas ku.
“Kenapa kamu gak coba mulai deketin dia aja, Sa.” Yesi memegang tangan kanan ku seolah meyakinakan bahwa masih ada kesempatan untuk ku.
“Caranya ?” tanya ku sembari mencari sesosok lelaki berpostur tubuh tinggi itu, yang mungkin sudah menghilang sejak aku terdiam tadi.
“Kamu mulai dengan pura-pura tanya tentang apapun di Facebook, yah sekedar basa-basi lah,Sa. Seenggaknya kamu kenalan dulu sama dia lewat dunia maya, jangan lupa juga pasang foto profil kamu yang kece !” saran Yesi kepada ku sembari tersenyum karena mungkin senang telah menemukan satu awal untuk ku mulai mengenal dia.
Salahkah aku terlalu cinta, berharap semua kan kembali . . .
J J J
Layaknya seorang tentara yang siap akan melawan serangan dari musuh, aku pun sudah siap dengan apa yang akan terjadi di malam ini, malam pertama  bagi ku  untuk mencoba mulai mengenal dirinya lewat dunia maya. Tidak ada garis melengkung keatas dari paras wajah ku, karena ku fikir, aku tidak berarti apa-apa dimata dia, jika hanya berani berkenalan lewat dunia maya, tapi kalaupun lewat dunia nyata, itu semua hanya mustahil dan hanya sebuah harapan belaka, karena aku dan dirinya berbeda fakultas, berbeda jam kuliah, berbeda segala aktivitas di kampus.
Ini dia ! Yes, aku berhasil nemuin account facebooknya, batin ku lalu mengklik tombol enter yang bertanda bahwa aku telah mengirimkan pertemanan kepada dirinya, dan tidak berapa lama ada info terbaru masuk ke account facebook ku, dan ternyata itu info tentang dirinya yang telah mengonfirmasi pertemanan ku, senyuman pun tersirat di wajah ku.
Hai, thanks ya
Udah konfirmasi facebook ku J.
Pesan terkirim, dan tidak lama ku mendapatkan balasan pesan dari dia.
Hai juga, ya sama-sama J
Walaupun dia hanya membalas seperti itu, tapi entah mengapa aku menganggapnya lebih dari sekedar dia menyapa, bolehkah aku mulai berharap ?.
Salam kenal ka.
Aku Clarissa dari fakultas ekonomi
Mahasiswa baru nih ka, kaka fakultas apa ?
Tidak ku pedulikan lagi rasa gengsi ku untuk memulai mengenalkan diriku, dan mungkin dia pun tidak ingin tahu siapa aku.
Hai, Clarissa
Slm knl juga yah
Saya Rahardian dari fakultas psikologi angkatan 2009.
Semoga kamu betah ya di lingkungan baru J
Oh, Tuhan dia kasih aku emote senyum, tapi entah mengapa tiba-tiba tidak ada lagi garis senyuman di wajah ku, karena aku tersadar, bahwa senyuman yang dia berikan hanya sebagai tanda keramahan terhadap orang yang baru saja mengajaknya berkenalan.
Malam ini tidak seperti biasanya, bintang berkelap-kelip menerangi bumi dengan begitu indah yang selalu ditemani oleh sang bulan yang selalu setia, walau tidak setiap malam bintang berkelap-kelip tapi sang bulan tetap setia memberikan keindahan untuk bumi di malam hari. Aku pun berharap seperti itu, walau dia tidak pernah selalu ada untuk ku, tapi aku akan coba untuk selalu ada di saat dia butuh.
J J J
Semoga menjadi hari rabu yang menyenangkan, batin ku.
Selesai mata kuliah yang sangat membuat aku mengantuk, aku langsung keluar kelas lalu menuju lift, dan ternyata tanpa direncanakan lagi, aku dan Kak Rahardian bertemu, dan bagi ku pertemuan kita kali ini bukan hanya sekedar pertemuan biasa, karena mata kita saling bertemu dengan seulas senyum di wajah Kak Rahardian, yang membuat ku lupa bahwa senyuman yang dia berikan hanyalah sebuah senyuman biasa yang dia berikan untuk semua orang, dan lagi-lagi aku tidak mau terlalu berharap.
Ting Tong. Lift sudah berada di lantai dasar.
Aku berjalan dengan langkah yang begitu besar, dengan seulas kebahagiaan yang masih melekat di dalam hati ku, kebahagiaan yang baru saja ku dapatkan di lantai 3, kebahagiaan yang membuat ku lupa akan segalanya, terutama keadaan di sekelilingku, sehingga . . . Bug. Aku terjatuh setelah tidak sengaja menabrak seorang lelaki yang juga sedang tergesa-gesa,  dan membuat semua barang yang di genggammnya berserakan.
Secara spontan aku langsung membungkuk dan membantu merapihkan seluruh barang-barang miliknya yang berserakan, dan tidak sengaja ketika aku akan menngambil sebuah buku tebal, tangan dia sudah berada di atas tangan kanan ku, aku langsung menoleh kearah nya dan menatapnya heran, tapi dia malah membalas dengan sebuah senyuman dan tatapan mata yang jika ku lihat nampak berbeda. Aku tidak memedulikan dirinya, aku langsung berdiri kembali, meminta maaf, lalu pergi meninggalkan dirinya tanpa menoleh kembali kearah nya.
“Jadi hari ini ada acara traktiran dong yah,Sa.” kata Yesi sembari tersenyum kepada ku.
Aku pun tersenyum malu-malu, karena entah apa yang masih membuat aku begitu sangat senang, padahal kejadian di lantai 3 terjadi hanya begitu saja, dan mungkin saja dia malah sudah melupakan kejadian tadi. Lagi-lagi aku terlalu berharap..
“Apa sih, Yes. Aku sama dia kenalan aja baru sekali, dan itu pun belum tau kelanjutannya seperti apa,” kataku sembari menutupi kebahagiaan dengan raut wajah yang tidak lagi tersenyum.
Entah Tuhan mendengar permohonan ku atau tidak, tanpa sengaja untuk yang kesekian kalinya aku dan Kak Rahardian bertemu lagi, saling bertatapan lagi, dan saling membagi senyum lagi. Lagi-lagi aku semakin berharap kepadanya, dan aku takut jika aku terjatuh aku akan begitu sakit.
“Jangan cuma saling main mata deh,Sa. Langsung aja kali main hati,” sahut Yesi sembari memberikan isyarat pada ku dengan tersenyum dan mengedipkan mata sebelah kirinya.
Aku tertunduk malu, dan tidak bisa lagi menahan rasa kebahagiaan itu hingga wajah ku merah merona lebih merah dari sebuah tomat yang sangat digemari oleh Yesi. Aku tidak berani menoleh kembali kearah Kak Rahardian, walau terkadang aku curi-curi untuk melihatnya saat dia sedang tidak melihat kearah ku.
Semoga semua senyuman di hari ini adalah awal aku untuk beraharap padamu, Kak. Semoga tidak ada kata hanya sekedar di dalam senyuman itu, semoga aku boleh kembali berharap untuk masa lalu. Za, bukannya aku berniat melupakan kamu, tapi justru aku mencoba menghidupkan kenangan kita dengan orang yang berbeda yang akan membawa ku ke masa lalu bersama kamu, dan bukan berarti pula aku mencintai nya karena hanya melihat bayang-bayang diri kamu di dalam dirinya, aku tulus mencintainya, entah sebagai atau bukan kamu.
Aku melirik kearah layar handphone ku, jatuh cinta itu memang membuat lupa akan segala hal, sampai-sampai arah jarum jam sudah menunjukan pukul lima tepat sore hari, tidak seperti biasanya aku betah berlama-lama diam di kantin kampus ku, terimakasih untuk kamu yang telah membuat goresan pelangi di lembaran putih ku di hari ini, semoga pelangi itu tidak akan hilang dengan adanya hujan.
“ Cowok ngeliatin cewek bukan berarti cowok itu suka kali yaaa !” teriak salah satu teman Kak Rahardian yang mungkin dengan sengaja meneriakkan kata-kata tadi untukku.
Tiba-tiba saja langkah ku terhenti dan sangat lemas seketika, ingin rasanya ku meneteskan air mata, tapi aku mencoba untuk kuat dan tidak menunjukkannya di hadapan mereka semua, aku tidak memedulikan semua perkataan yang baru saja terdengar oleh telinga ku sendiri, dan akhirnya ku percepat langkah ku meninggalkan kantin, semakin ku menjauh dari mereka semakin tidak terasa air mata jatuh membasahi pipi ku.
J J J
“ Semua salah aku, semua salah aku ! Aku yang terlalu berharap untuk mendapatkan masa lalu yang indah, dia bukan kamu, Za. Dia cuma sekedar mirip dengan kamu, Za. Harusnya aku sadar diri dan tau diri atas apa yang aku lakuin ini akan berakibat nyakitin hati aku sendiri ! Kak, aku gak minta kamu ngebalas untuk ngeliatin aku, aku gak minta balasan dari kamu untuk sapa aku, aku pun gak minta kamu untuk balas semua perasaan aku ke kamu, Kak. Yang aku mau cukup sekedar kaka tau, kalau gak sengaja aku nitipin hati di hati kaka,” kata ku sembari terus meneteskan air mata yang entah sudah berapa lama jatuh mengalir membasahi pipi ku. Bintang kamu sangat beruntung memiliki pendamping seperti bulan.
J J J
“Permisi Kak Rahardian, aku mau ganggu sebentar dong,” kata Yesi sembari tersenyum dengan paras wajah senyuman yang bisa dibilang sedikit terpaksa.
Kak Rahardian hanya mengangguk dan menjauh dari kerumunan banyak orang. Entah apa yang mereka bicarakan, aku hanya melihat mereka berdua sedang berbicara tampak begitu serius dari kejauhan, aku hanya bisa berharap semoga Yesi tidak memarahi Kak Rahardian setelah dia mendengar cerita tentang kejadin kemarin sore.
Tak ingin aku berlama-lama melihat pemandangan yang masih menyakiti hati ku, ku putuskan untuk segera melangkahkan kaki dengan begitu cepat menuju taman belakang fakultas. Aku mengeluarkan selembar kertas hvs kosong dan satu paket spidol, dan entah apa yang sedang ku rasakan hari ini, tak sampai hati aku langsung melukis wajahnya.
“ Lukisan kamu bagus, Sa.” sahut seseorang yang tiba-tiba datang tepat dari belakang ku, aku menoleh dan ternyata dia adalah seseorang yang sedang tidak ku harapkan untuk ada di hadapkan ku.
“Eh, he, Kak Rahardian ngagetin aja nih ya,” kata ku sembari langsung membalikan kertas hvs tersebut, dan berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa, walaupun sebenarnya ingin aku langkahkan kaki ku pergi menjauh dari hadapannya.
“Maafin Kaka yah, Sa.” Katanya sembari menoleh dan menatap wajah ku.
Aku hanya tersenyum lalu seolah-olah tidak menatapnya balik, “Tanpa kaka minta maaf pun aku udah maafin kok, Kak. Maaf juga yah ka, kalau selama ini aku terlalu menyimpan harapan di hati kaka, aku terlalu yakin bahwa hati ku ada di fakultas lain, aku kira kaka itu pengganti masa lalu ku yang tidak pernah akan kembali ke dunia ini, aku gak minta kaka buat balas semua perasaan aku, aku Cuma mau kaka tau, kalau selama aku masuk ke kampus ini, aku merasa kertas putih tanpa goresan warna, kini sudah berwarna malah semakin cerah, dan mungkin hari ini warna itu akan pudar dan semakin pudar hingga semua hilang dan bersih seperti kertas baru tanpa ada goresan luka sedikitpun. Jangan ngerasa bersalah gitu ya kak, karena semua ini bukan salah Kak Rahardian, dan tanpa kaka minta aku menjauh dari kehidupan kaka, aku akan menjauh dengan sendirinya kok ka, tanpa kaka jelasin semuanya aku akan sadar dan tau diri, Kak.” kata ku sembari menguatkan hati dan mencoba untuk menahan air mata yang ingin jatuh membasahi pipi ku.
Hening.
Hanya terdengar suara kicauan burung yang sangat merdu dan hembusan angin di siang hari ini, tak ada jawaban apapun yang terucap dari Kak Rahardian.
“ Semua hanya butuh proses kok,Sa. Gak bisa secepat itu aku mengenal kamu dari dalam diri kamu sendiri, maafin aku juga kalau selama ini aku enggak peks terhadap perasaan kamu, biarkan kita ikuti saja dulu sekarang mah apa kata sang waktu. Sa, semua akan indah pada waktunya kok, jangan takut untuk berharap, “ jawabnya sembari tersenyum padaku dan menggenggam tangan ku yang entah itu sebuah tanda yang dia berikan untuk meyakinkan ku atau sebuah tanda untuk ku agar tidak terlalu lagi berharap pada dirinya.
Cinta itu memang tidak harus saling memiliki, tapi aku masih berharap untuk bisa kembali memiliki masa lalu ku bersama seseorang yang kini masih tersenyum terhadap ku, semoga kata harapan itu menjadi sebuah kata kenyataan seiring dengan berjalannya waktu.
Ketika cinta datang dengan sebuah persepsi, cinta pun datang dengan sebuah perhitungan waktu, untuk saling meyakinkan bahwa kamulah cinta sejati . . . . .
Jiwaku tak pernah merasa bahwa kau jauh disisiku . . .
tamat

LO + GUE ... ? - short story


Lo + Gue = ... ?

By : Maria Ulfah

Tap. . .Tap. . .Tap, Davin mendrible bola basket, dan mencoba untuk memasukkan bola tersebut ke dalam ring basket, tapi, Dak ! Bola itu malah terkena seorang cewek yang sedang berjalan menuju arah kantin. Vina itulah panggilan akrab cewek yang terkena bola basket, Vina dan Davin bukanlah sahabat, juga bukan teman, melainkan musuh. Vina paling kesal jika bertemu dengan Davin, karena menurut Vina, Davin adalah seorang cowok yang banyak gaya, padahal dia dan Davin baru saja kelas 6 SD.
“rggggh. . . .” Vina menggerutu kesal sembari mengelus-elus kepalanya, dan ketika Vina melihat sosok Davin yang sedang sok, Vina langsung berjalan ke arah Davin sembari membawa bola basket dengan raut wajah penuh amarah.
Davin dengan santainya hanya melihat Vina dan seolah-olah tidak tahu dengan keadaan, “Balikin bola gue !” pinta Davin tanpa memikirkan rasa kekesalan Vina.
Vina tidak menghiraukan permintaan Davin, sesampainya di dekat Davin, Vina terus memasang wajah penuh dengan kekesalan, “Lo mau bola ini ?” tanya Vina sembari mengacungkan bola basket itu, “Makan nih bola !!” Vina melempar bola itu tepat di hidung Davin, dan BUG... Davin jatuh pingsan.
“Banci sok jagoan !” kata Vina sembari tersenyum sinis, dan meninggalkan Davin yang masih tergeletak di lapangan basket.

J J J

7Tahun Kemudian. . .
Senang rasanya bagi Vina ketika dia tidak lagi bertemu dengan musuh nya, tidak satu sekolah lagi dan tidak satu kelas lagi. Damai rasanya hidup tanpa seorang Davin. Vina melalui hari-harinya dengan sangat sempurna memiliki teman yang banyak, dia dapat juara di sekolahnya, dan yang pasti, dia tidak stres karena dia tidak harus memikirkan rencana hari esok untuk membalas kejahilan musuhnya.
Kini Vina telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, sekarang dia sudah bebas dari masa putih biru, dan putih abu-abu, alias kini Vina telah resmi menjadi Mahasiswi fakultas Psikologi. Meski umur Vina belum genap 17tahun, tapi dia senang karena kini dia bisa mewujudkan apa yang dia cita-citakan.
Vina tampak terburu-buru dengan membawa berbagai peralatan yang dia pegang di tangan kanan dan kirinya, karena Vina terlalu terburu-buru dia sampai tidak memperhatikan jalan, bahkan dia sering menyenggol yang lain, dan tidak dia hiraukan. Tapi ketika dia akan berjalan ke arah perpustakaan, tanpa sengaja dia menabrak seorang lelaki dan semua peralatan di tangannya terjatuh hingga berhamburan.
“Astaga” kata Vina sembari terkejut melihat kertas yang di dalam isi karton berserakan. Vina langsung menegakan kepalanya, dan lebih terkejut ketika melihat seorang lelaki dengan wajah yang sangat tampan dan memiliki tubuh yang atletis. Niat Vina yang awalnya akan  marah tiba-tiba berubah, dia malah terkejut dan tidak bisa bicara sekatapun.
“So. . .sorry ya sorry” kata cowok itu sembari membantu membereskan kertas yang berserakan.
Vina mengangguk lalu tersenyum, “Gak apa-apa kali, lagian gue yang salah, gue terlalu terburu-buru jadi gak merhatiin jalan” kata Vina .
Shafira yang hendak masuk ke dalam perpustakaan menghentikan langkahnya ketika dia melihat Vina sedang asik mengobrol, padahal waktu persentasi akan segera di mulai.
Vina mengulurkan tangan, bermaksud untuk berkenalan dengan cowok tersebut, tapi niatnya gagal karena Shafira memanggil dirinya dan menyuruh Vina agar cepat-cepat memasuki perpustakaan.
“VINA !! Cepet kesini !” kata Shafira.
Vina pun menoleh ke arah Shafira, lalu menganggukan kepalanya, tanpa berkata, Vina segera meninggalkan cowok di depannya dan berjalan dengan langkah yang sangat cepat menuju perpustakaan.
Sehilangnya sosok Vina yang telah masuk ke perpustakaan, cowok tersebut masih saja berdiam diri sembari kaget karena dia baru saja mendengar nama Vina. Vina ? tanyanya dalam hati.
“Woi, Bro ! bengong mulu “ kata Fandi sembari menepuk bahu cowok tersebut.
“Kenape lo,vin ?” tanya Fandi sembari menawarkan minuman ke Davin.
Yap, cowok itu adalah Davin, Davin musuh Vina sejak mereka SD. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu, akhirnya mereka bertemu lagi di Universitas yang sama, tapi untungnya berbeda fakultas. Davin masih tidak percaya, bahwa cewek yang menabraknya tadi adalah musuhnya. Ya, mereka kini sudah saling tidak mengenal.
Vina memang berubah sejak masuk SMP, yang tadinya gendut sekarang dia sangat mungil bahkan terlihat seperti anak SMP. Begitupun dengan Davin, yang dahulunya sangat kurus kini badannya sangat atletis,sixpack, tinggi, dan yang pasti Davin memiliki wajah yang tampan, tak heran jika banyak cewek yang ingin dekat dengannya.
“Ya. . .yang namanya Vina itu tuh yang mana sih ?” tanya Davin kepada Fandi masih dengan wajah yang seolah tidak sadarkan diri.
“Vina ? Vina anak fakultas Psikolog itu bukan ? yang imut-imut itu loh” kata Fandi sembari tertawa kecil.
Davin hanya mengangguk dan jari telunjuknya mengarah ke arah perpustakaan, menunjukkan bahwa Vina bersama teman-temannya sedang di perpustakaan.
“ngapain lo nunjuk perpus ? lo mau kesana ? nanti siang aja, disana lagi di pake anak Psikolog” kata Fandi sembari meminum air mineralnya.
Davin menggelengkan kepala, “Bukan itu maksud gue. Tapi vina itu yang ada di perpus itu kan ?” tanya Davin
Fandi menganggukan kepala lalu membersihkan mulutnya.
“Slavina Ardhila ?” Davin bertanya untuk yang kesekian kalinya.
Fandi menganggukan kepala lagi, “Iya. Emang kenapa sih ? kayaknya lo tuh pengen banget tau tentang si Vina” kata Fandi sembari cengar-cengir.
Davin menggelengkan kepala, “Eng. . .engga apa-apa sih, itu tadi gue gak sengaja nabrak dia gitu, belom sempet minta maaf” jawab Davin berusaha menutupi agar Fandi tidak curiga.
“Oh gitu ya, di kira gue lo suka sama si Vina. Haha” kata Fandi sembari menepuk bahu Davin.
Davin pura-pura tertawa, “Hahaha. Ya gak mungkin lah gue suka sama tuh cewek” kata Davin “Yo ah cabut aja dari sini” ajak Davin lalu melangkah meninggalkan perpustakaan itu, tapi ketika sudah jauh dia melangkah, dia sempat menoleh kearah perpustakaan, lalu tersenyum.

J J J

Setelah Davin mengetahui bahwa cewek yang menabraknya tadi pagi adalah Vina, Davin jadi selalu memikirkannya kapanpun dan dimanapun. Dia masih tidak percaya bahwa sekarang Vina benar-benar berubah, cantik, batin Davin sembari melamun.
“Arrgh apan sih gue ! Itu kan si Vina musuh abadi gue ! Gak mungkin gue suka sama tuh makhluk . amit-amit deh !” Kata Davin bergerutu ketika terbangun dari lamunannya. Davin segera mengambil gitarnya, lalu melantunkan sebuah lagu yang sangat indah.

J J J

Vina masih membayangkan cowok itu, cowok yang tak sengaja ditabrak oleh dirinya. Entah mengapa begitu cepat Vina bisa mengagumi seorang cowok, yang jika di lihat sama seperti cowok yang lainnya, tidak ada beda, masih sesama manusia.

J J J

 Tapi hari-hari Vina sangat berubah drastis ketika dia bertemu dengan cowok itu, dirinya merasa seperti dimata-matai, selalu penuh dengan awasan kemanapun dia pergi. Yang lebih parahnya, cowok yang selama ini dia kagumi, mendadak menjadi calon musuhnya pengganti Davin, cowok itu selalu membuat Vina kesal karena dia selalu saja jahil dan terkadang membuat Vina risih.
Perasaan Vina sedikit demi sedikit berubah, yang tadinya sangat mengagumi cowok itu berubah jadi perasaan yang penuh amarah, dan terkadang ilfeel karena tingkah lakunya si cowok.

J J J

BREK. . . “apaan tuh,Vin ?” Shafira bertanya kepada Vina, dan semua orang yang berada di ruangan itu terdiam memperhatikan Vina.
Vina menggigit bibir bawahnya, lalu pelan-pelan berdiri dan melihat celananya yang robek karena kursi yang dia duduki sudah dipenuhi dengan lem, wajah Vina tampak memerah, malu, kesal semua sedang dia rasakan. Vina mencoba tenang, namun tidak bisa. Ingin rasanya dia menangis dan berteriak tapi tidak bisa, dia seperti terikat oleh sesuatu. Ya Tuhan, siapa lagi yang menjahili ku ? Padahal malam ini adalah hari terindah yang aku tunggu-tunggu, gumam Vina dalam hati, dan tak beberapa lama Vina teringat seseorang yang selama ini suka menjahili dia dan membuat dirinya kesal.
Vina cepat-cepat menutupinya dengan jaket dan melangkah dengan cepat meninggalkan ruangan, Shafira spontan mengikuti Vina di belakang, Vina jalan begitu amat sangat cepat menuju taman dekat Fakultas Arsitektur, dan ditemukanlah sesosok Diran alias Davin yang sedang bersenda gurau dengan temannya.
PLAK. . . tamparan itu mendarat di pipi Diran, Vina tidak menghiraukan kondisi yang ada di sekitarnya, yang ada di fikirannya adalah membalaskan semua kekesalannya terhadap cowok itu. Teman-teman Diran pun hanya terkejut ketika melihat Vina menampar Diran alias Davin.
“Kalau lo cowok sini hadepin gue, jangan sok deh lo ngejahilin gue ! dasar BANCI !!” kata Vina sembari menekankan kata banci kepada Diran. Lalu Vina pun pergi meninggalkan Diran tanpa berkata apapun.
Davin memang sengaja selama ini bersikap seperti itu kepada Vina, dan mengaku bahwa nama dirinya adalah Diran, karena Davin ingin sekali mengenang masa-masa dirinya di SD, yang dimana dirinya selalu membuat jengkel Vina. Tapi ketika kejadian tadi, Davin seolah tidak mampu berbuat apa-apa, dirinya benar-benar merasa bersalah.

J J J

Setibanya di rumah, Vina langsung berlari menuju kamar, dan menangis. Betapa sakit hatinya karena dia telah di permalukan di depan semuanya, Vina sekarang sangat membenci Diran, sangat, sangat dan sangat. Vina melihat suasana yang ada di kolam renang, balon dan hiasan telah terpasang dengan indah, tandanya sebentar lagi pesta itu akan dimulai. Ya benar, pesta ulang tahun Vina yang ke-17, Vina ingin sekali di ulang tahunnya ini, dia menemukan seseorang yang memang pantas untuk dirinya. Tapi hati Vina sudah hancur berkeping-keping, karena cowok yang dia inginkan selama ini benar-benar sudah membuat dirinya malu.
Tok...tok...tok “Vina, sayang keluar,Nak. Teman-teman mu sudah ada yang datang tuh” sahut Mama Rani sembari cemas melihat anak kesayangannya yang sejak tiba di rumah langsung menangis.
Tidak ada jawaban dari Vina untuk yang kesekian kalinya, padahal teman-teman Vina sudah mencoba untuk memanggil Vina secara bersamaan, tapi tetap saja tidak ada sahutan dari Vina.
Diran melangkah dengan penuh kejutan, semuanya terdiam melihat sosok Diran yang berpakaian sangat berbeda dari biasanya. Diran juga berjalan dengan penuh ketangguhan, dan dia menghampiri MC lalu memberikan suatu ide untuk memanggil Vina.
“Selamat malam semuanya, mungkin dengan cara saya ini, Vina akan keluar dan menemui kita semua” kata Diran sembari memberikan sebuahflashdisk ke DJ yang ada di pesta itu, dan terputarlah sebuah lagu dangdut dari Rhoma Irama.
Vina yang tadinya masih menangis seketika terdiam dan berhenti ketika mendengar sebuah lagu dangdut, lagu yang teramat dia tidak sukai semenjak dulu. Tapi kenapa lagu dangdut itu, pas sekali lagu yang teramat dia tidak sukai. Siapa yang menyetel lagu ini ? tanya Vina dalam hati.
Vina bergegas menyalakan lampu kamarnya dan membuka lebar gorden lalu kaca jendelanya, semua teman-teman Vina pun tersenyum bahagia karena melihat Vina.
“GUE MINTA LAGU INI DI MATIIN” kata Vina berteriak lalu Vina kembali menutup kaca jendelanya dan menutup gordennya, lalu kembali mematikan lampu kamarnya.
Diran menyuruh DJ mematikan lagunya, dan dia pun berjalan kearah taman dekat kamar Vina, “Sebelumnya gue mau minta maaf ke semua teman-teman saya, maaf jika terkadang sikap saya membuat kalian kesal, dan terutama untuk Vina. Slavina Ardhila, adalah musuh gue waktu SD, gue gak suka banget ngeliat Vina, makanya hampir setiap hari waktu dulu gue berantem, dan gue udah ngecap da sebagai musuh abadi, kita terpisah di SMP dan di SMA, dan sampai akhirnya gue nemuin sesosok Vina yang selama ini menghilang. Awalnya gue gak percaya kalau lo, lo yang nabrak gue adalah Vina, Vina musuh abadi gue waktu SD, maka dari itu gue coba pakai nama palsu yaitu Diran biar rencana gue berjalan mulus, gue juga bersikap jahil ke Vina karena ada tujuannya, yaitu gue pengen tau, apakah Vina masih ingat sama gue atau enggak, walaupun fisik gue udah rubah tapi sikap gue gak akan rubah jika bertemu Vina, tapi kini ada yang ain tumbuh di hati gue, entah kenapa tiba-tiba ada rasa cinta di hati gue, rasa sayang gue buat Vina. Tapi mungkin kini udah ga ada harapan buat gue, karena gue tau sikap gue udah keterlaluan, so buat Vina, gue Davin Rizaluadi minta maaf kalau selama ini buat lo kesel” kata Davin menceritakan yang sebenarnya terjadi di hadapan teman-teman Vina.
Vina yang mendengar semua penjelasan Davin, hanya terdiam sembari terus menangis, Vin, kalau emang itu bener elo Davin musuh gue, kenapa lo harus buat hati gue malah hancur ? gue suka sama lo sebelum lo buat gue luka, batin Vina sembari terus menangis. Karena Vina tak kunjung keluar dari kamar, akhirnya Mama dan Papa Vina pun memohon maaf jikala pesta ulang tahunnya jadi berantakan.

J J J

Davin terdiam membisu, pandangannya kosong hanya menatap langit, tidak ada yang di fikirkannya selain memikirkan cara minta maaf kepada Vina. Hati memang tidak dapat di bohongi, walaupun dahulu Davin dan Vina memang musuh abadi, tapi kini diantara mereka tumbuh rasa saling sayang, tapi Davin hanya bisa menghela nafas, karena kesempatannya kini sudah tidak ada, dirinya hanyalah seorang musuh di mata Vina.
“Woi, Bro ! Ngelamun mulu lo” sahut Fandi yang menyadarkan Davin dari lamunannya.
Davin membetulkan posisi duduknya, “Eh...lo, gak kok. Gue Cuma lagi pusing aja” kata Davin sembari menguap panjang.
“Alah, gak usah bohong deh,Lo. Gue tau kok, lo pasti lagi mikirin si Vina kan ?” tanya Fandi.
Davin menggelengkan kepalanya, “Engga deh, suer. Gue Cuma mikirin, jam 3 nanti gue ke LA nga. . .” belum sempat Davin berbicara Fandi sudah memotong pembicaraan mereka.
“Hah ? lo mau ke LA ? serius lo ??” tanya si Fandi dengan wajah penuh kekhawatiran.
Davin menganggukan kepala, “Iya ke LA tapi LA. . . .” lagi-lagi Fandi memotong penjelasan Davin.
“Gawat nih !” Kata Fandi sembari menepuk jidatnya, lalu cepat-cepat berlari keluar rumah Davin, tanpa pamit. Fandi pun meluncur dengan mobil nya dengan kecepatan tinggi.

J J J

Vina masih terdiam seketika dia sampai di kampus, tidak ada yang bisa membuatnya tersenyum sedikit pun hari ini, bahkan saat pelajaran berlangsung pun Vina hanya terdiam tak seperti biasanya. Shafira sebagai sahabat Vina, sangat merasakan betapa sedihnya ketika tahu bahwa orang yang kita sayang malah menyakiti dan membuat kita malu.
“Hhh. . .Hhhh. . .Hhh” Fandi tiba di depan Vina sembari terlihat sangat susah untuk bernafas.
“Kenapa lo,Fan ?” tanya Shafira yang membantu menepuk-nepuk punggung Fandi.
Fandi diam sejenak untuk mengatur kembali nafasnya, “ga. . .gawat Vin, si. . .si Davin mau perg” kata Fandi.
Vina masih tanpa ekspresi, dia hanya menghela nafas, dan mecoba untuk melangkah meninggalkan Fandi, tapi langkahnya terhenti karena Fandi dapat menahan tangan Vina. Mau tidak mau, Vina mendengar omongan Fandi, yang menurut dirinya tidak penting.
“Lepasin ih !” bentak Vina .
Fandi melepaskan tangan Vina dan langsung menceritakan Davin, “Si Davin mau pergi ke LA,Vin. Suer gue gak bohong, tadi gue ke rumah dia, dan kata dia, dia pergi jam 3 sore nanti bareng sama Mamanya” jelas Fandi yang meyakinkan Vina.
Vina lagi-lagi tidak menanggapi ucapan Fandi, “Terus ?” tanya Vina lalu berjalan meninggalkan Fandi, dan tak lama kemudian Shafira menyusul sahabatnya itu.

J J J

“Coba lo fikirin lagi perasaan lo, apa bener lo emang benci sama Davin ? atau lo malu doang ?” tanya Shafira sembari memainkan laptop Vina.
Vina hanya menatap langit-langit kamarnya sembari memainkan ujung rambutnya, “terus ?” tanya Vina dengan menunjukkan muka cuek nya.
Shafira menoleh kearah Vina sembari menggelengkan kepala, “Sekarang jam 2 loh, bentar lagi jam 3” kata Shafira sembari melirik kearah jam di dinding kamar Vina.
Vina menutup wajahnya dengan bantalnya, dan berteriak keras, “Arrrrrgh ! Davin itu bukan siapa-siapa gue !” Bentak Vina.
Shafira tekejut ketika melihat sahabatnya itu marah, lalu beralih mendekati Vina, “Iya,Vin. Gue tau kok, tapi lo jangan bohongin perasaan lo. Gue tau kok,Vin” kata Shafira sembari meyakinkan Vina.
“Tap. . . .” belum sempat Vina menjawab Shafira sudah memotong nya dengan cepat.
“Gak usah pake tapi-tapian, gue tau, Davin itu ngelakuin itu karena pengen cari perhatian dari lo,Vin” kata Shafira.
Vina menggelengkan kepalanya, “Tapi gak harus kayak gini kan caranya ?” tanya Vina lalu berjalan dan duduk di depan komputer.
“Oke, gue juga akuin Davin itu salah, tapi lo lebih salah kalau lo ngebohongin perasaan lo sendiri, yang nyakitin perasaan lo itu ya lo sendiri bukan Davin.” Kata Shafira menegaskan.
“Jadi, maksud lo ?” tanya Vina kini terlihat menurut apa kata Shafira.
“Ya, yang nyakitin perasaan dan hati lo itu ya lo sendiri, karena lo udah bohong sama hati lo. Kasian kan ?” tanya Shafira sembari tersenyum.
“Terus gue mesti gimana sekarang ?” tanya Vina sembari memanyunkan bibirnya.
“Gue tau . . . .” tiba-tiba saja Shafira segera menarik tangan Vina dan mengajaknya ke rumah Davin walaupun Vina sudah merengek tidak mau.

J J J

TENG...TONG bel rumah Davin berbunyi, namun sudah berkali-kali Vina memencet bel itu, tidak ada jawaban dari si pemilik rumah.
“Sepi,Fir” kata Vina sembari menilap kedua tangannya di depan dada.
“Ah, Masa sih,Vin ?” tanya Shafira lalu kini dia yang mencoba untuk menekan bel rumah Davin, dan hasilnya pun masih sama seperti Vina, tidak ada jawaban dari si pemilik rumah.
“Yaudah, ayo ah kita balik aja” ajak Vina sembari berjalan ke arah mobil.
Shafira pun menghembuskan nafanya sembari mengangguk.
Tapi ketika mobil Shafira akan melaju, tiba-tiba saja dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang mengklakson mobil Shafira, dan ketika di buka kaca mobilnya, ternyata itu Fandi dan Davin, akhirnya Shafira pun memundurkan mobil nya, sembari melirik ke arah Vina lalu tersenyum menggoda.
“Tunggu ya” kata Shafira lalu keluar dari mobil dan berjalan kearah Fandi dan Davin.
 Vina hanya terdiam dan terkadang dia memperhatikan tingkah laku temannya itu, yang seperti nya merencanakan sesuatu, karena merasa sudah lama dia menunggu akhirnya Vina membunyikan klakson mobil dengan sangat keras dan berulang-ulang kali. Spontan saja, Fandi, Shafira, dan Davin kaget lalu langsung melihat ke arah mobil Shafira.
“Oke, jadi kayak gitu ya konsep nya” kata Shafira sembari berbisik agar Vina tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan.
“SIP.” Kata Fandi lalu mengajak Davin untuk masuk ke dalam mobil.
Shafira pun akhirnya kembali ke dalam mobil, dan menyalakan mobilnya lalu melaju dengan kecepatan sedang.
“Lo tadi ngapain sih ? pasti ngerencanain sesuatu ya ?” tanya Vina dengan wajah cemberut.
Shafira menggelengkan kepalanya mencoba tidak terjadi apa-apa, “Gue Cuma mau ajak lo makan siang aja” jawab Shafira lalu mencari tasnya dan mengeluarkan syal dari dalam tasnya, “Pake ini dulu gih,Vin. Tutup mata lo dan jangan lo buka sebelum gue suruh buka” pinta Shafira.
Vina menggelengkan kepalanya, “Ga mau ah. . . emang buat apaan sih pake sgala acara tutup mata ? kita kan Cuma mau makkan” tanya Vina sembari menatap Shafira dengan heran.
“Tar juga lo tau” kata Shafira sembari tersenyum.

J J J

“Aduh,Fir, masih jauh apa ya tempat makannya ? emang di lantai berapa sih ?” tanya Vina yang mulai merasa cape ketika dia harus menaiki tangga berkali-kali.
“Hust,ah. Malu sama orang-orang tuh. Kita kan lagi di Mall” jawab Shafira berbohong.
Sesampainya di atas gedung, Shafira sengaja meninggalkan Vina sendiri dengan alasan ingin ke toilet, ada rasa yang berbeda yang dirasakan oleh Vina, Shafira bilang dia akan mengajak makan ke Mall, tapi sesampainya disana suasana Mall nya kok ga seperti biasa ya ?? Malah ketika sampai di restaurant udara nya terasa sangat alam bukanlah air conditioner.
Davin berjalan kearah Vina, lalu mencoba membuka penutup mata yang dipakai Vina.
“Gitu dong,Fir. Lo buka dari tadi gue kan. . . .” Vina terkejut ketika yang dia lihat adalah sesosok Davin bukanlah Shafira, mata Vina dan Davin saling menatap, tidak ada yang bisa di pungkiri, tidak ada yang bisa di bohongi. Bahwa kini mereka saling ingin memiliki.
Vina tetap acuh ketika melihat Davin, dan dia pun berniat untuk pergi meninggalkan Davin, tapi niatnya itu terhentikan karena Davin segera meraih tangannya Vina, dan tiba-tiba terdengar suara ledakan sangat keras, secara spontan Vina langsung mendekap kepada Davin.
Tapi ketika dia sadar, Vina langsung melepaskan dekapannya, dan seolah menjauh dari Davin, dan tak lama kemudian banyak balon berterbangan dari bawah gedung, dan ada beberapa balon dan di antara balon itu tertuliskan, VINA SUMPAH I Love YOU. Vina pun segera membalikkan badannya dan melihat sesosok Davin yang sudah siap dengan gitarnya lalu tersenyum menggoda.
Apa yang kita kini tengah rasakan, Mengapakah kita coba persatukan, Mungkin cobaan untuk persahabatan atau mungkin sebuah takdir Tuhan” Davin bernyanyi dengan suara merdunya.
Raut wajah Vina berubah, yang tadinya hanya menggerutu kesal, kini dikit demi sedikit Vina tersenyum dan bahkan dia sempat tertawa ketika Davinsok memainkan gitarnya dengan banyak gaya.
“Tapi kan kita gak bersahabat, malah yang ada kita musuhan” kata Vina sembari tersenyum malu.
Davin berhenti memainkan gitar, dan menaruh gitarnya di kursi, lalu berjalan dan setengah berdiri alias berlutut sembari menggenggam kedua tangan Vina, “Kita emang ga bersahabat bahkan gak berteman, tapi rasa sayang dan cinta dari musuh itu lebih besar loh, percaya deh” kata Davin.
Vina hanya mengangguk dan tersenyum, karena entah mengapa kini hatinya merasa senang sekali, dia telah menemukan sosok Davin yang dia inginkan selama ini.
“Vin, hari ini detik ini menit ini jam ini juga gue pengen ngomong jujur sama lo, gue sayang banget sama lo. Sumpah gue gak bohong,Vin” kata Davin meyakinkan Vina.
Vina hanya mengangguk, “Terus gimana ?” tanya Vina.
“Terus gue pengen bilang kalau gue gak mau kehilangan lo, dan. . .” Davin sedikit ragu mengatakannya karena dia takut kalau Vina tidak akan menerima semua ini, “Gue. . .gue pengen lo jadi pacar gue” kata Davin lalu menundukkan kepalanya.
Vina melepas satu genggaman tangan Davin, lalu mengelus lembut rambut Davin, “Jujur, sejak gue ketemu lo gue juga udah ada rasa suka sama lo, tapi lo sendiri yang bikin gara-gara bikin gue kesel” jawab Vina sembari masih mengelus rambut Davin.
Davin menenggakan kepalanya sembari menggenggam erat kedua tangan Vina, “Iya gue tau,Vin. Gue tau gue salah. Tapi gue mohon kasih kesempatan sekali lagi” kata Davin kembali menundukkan kepalanya.
“Sorry Vin. . gue gak bisa” kata Vina sembari menghela nafas, genggaman tangan Davin sedikit melonggar sepertinya Davin sangat menyesali perbuatannya itu sampai Vina tidak lagi memberikannya kesempatan.
“Tapi,Vin. . .” kata Davin menenggakan kepalanya, dan sangat memohon kepada Vina.
“Vin, gue kan udah bilang. Sorry banget gue. . . Gue gak bisa nolak lo, Vin. Gue sayang sama lo dan gue gak bisa nolak lo” kata Vina sembari tersenyum, dan tertawa karena dia telah berhasil membuat Davin khawatir.
Davin kaget lalu wajahnya berubah seketika, dia langsung memegang bahu Vina dan mendekatkan wajahnya, “Kamu ini yaaaa. . .” kata Davin lalu menggendong Vina sembari mengelilingi atas gedung itu yang telah dia hiasi dengan suasana sangat romantis.
Fandi dan Shafira hanya tersenyum melihat kebahagiaan mereka berdua, karena akhirnya dua orang yang dulunya sangat saling membenci kini saling mencintai bahkan mereka kini menjadi sepasang kekasih.
Vina menari nari dengan riangnya, Davin membunyikan lagu Ungu featuring Andien yang berjudulkan Saat Bahagia, dari Ipod milik Davin. Ketika lagu itu terdengargar, Davin mengajak Vina untuk bermain balon tiup.
“SUMPAH GUE SAYANG LO” teriak mereka berdua secara bersamaan. Hari yang indah untuk sepasang kekasih yang saling menyayangi.
 

Template Design By:
SkinCorner